Saya lihat mobil omprengan di depan saya itu, tampak seorang lagi masuk ke dalam mobil pick-up dengan terpal hitam menutupi baknya. Seorang yang masuk itu sepertinya penutup sisa tempat terakhir dalam omprengan itu. Meski demikian saya tetap berjalan menujunya, sekiranya masih ada sisa tempat sedikit untuk duduk, saya lihat kenek masih memanggil-manggil saya berteriak “Depok! Depok! Berangkat langsung!”. Waktu saat itu saya kira sekitar pukul 00.00, lokasi di Pasar Minggu.

Saat tepat di belakang bak mobil omprengan saya melongok ke dalam, melihat sekiranya ada sisa tempat duduk yang nyatanya tiada. Sesaat itu juga mobil perlahan berjalan, bersamaan dengan beberapa orang yang berdiri di samping saya naik ke atas mobil bak itu, berpegangan pada “frame” terpal lalu bergelantungan. Tanpa pikir, timbang apalagi hitung-hitung saya ikuti gerakan orang-orang disamping saya itu berbarengan dengan omprengan yang langsung berjalan tinggalkan Pasar Minggu membawa semobil penuh penumpang dengan lima penumpang-gelantung di belakang, termasuk saya.

Tangan kiri saya sedang memar, praktis hanya bisa bergelantung dengan satu tangan, tapi yang saya pikirkan hanya pengalaman pertama menggelantung di mobil omprengan Pasar Minggu – Depok di tengah malam. Ransel saya menggelantung hanya di satu bahu dengan laptop didalamnya yang tak sempat saya sampirkan di kedua bahu karena keputusan singkat menggelantung saja tadi, tapi alih-alih berpikir kemungkinan ransel jatuh dan laptop bisa rusak, saya justru terpaku menatap jalan, resapi angin yang menerpa wajah sekencang mobil melaju, tersenyum-tampak-gigi sepanjang perjalanan, dan tiada beralih masuk kedalam bak mobil saat berangsur-angsur penumpang turun dan kursi di dalam kosong.

Saya rogoh saku celana, keluarkan earphone iPod saya yang masih menjepit di saku, memasangnya di kedua telinga, menekan tombol play, mengencangkan volumenya hingga maksimum ‘tuk melawan deru angin yang juga bervolume tak kalah maksimum. Terdengar petikan gitar akustik musisi baru malaysia, Yuna. Saya rasakan lagu ini pas sekali iringi saya bergelantung di omprengan saat tengah malam di Jalan Margonda Raya yang belum juga mati.

“Adakah-perasaan-benci-ini-sebenarnya-cinta, yang masih… bersemadi untukmu…?”

Dan sebenarnya, spontanitas, juga hal-hal remeh kecil yang tak terduga dan terrencana seperti ini membuat hidup saya terasa lebih… h i d u p . . .